19.33
0


PENELITIAN TINDAKAN
(ACTION RESEARCH)
 A.    PENDAHULUAN
Istilah penelitian tindakan berasal dari karya Kurt Lewin mengenai dinamika sosial di Amerika pada tahun 1940-an. Dia bermaksud mencari kaidah-kaidah umum dalam kehidupan kelompok melalui pengamatan dan refleksi yang cermat terhadap proses-proses perubahan sosial di masyarakat (Burns, 1999). Dua hal penting dalam karyanya adalah gagasan mengenai keputusan kelompok dan komitmen
untuk melakukan perbaikan. Menurut Lewin, ciri yang menonjol dari penelitian tindakan adalah pihak yang menjadi sasaran perubahan memiliki tanggung jawab terhadap arah tidakan yang sekiranya akan menuju perbaikan dan tanggung jawab untuk mengevaluasi hasil dari strategi atau cara yang diterapkan dalam praktik. Gagasan mengenai penelitian tindakan yang dicetuskan oleh Lewin tersebut kemudian berkembang dari Amerika, tempat gagasan tersebut berasal, ke Inggris, ke negara-negara di daratan Eropah, ke negara-negara di Dunia Ketiga (khususnya Amerika Latin) dan ke Australia. Dalam perkembangannya kemudian, penelitian tindakan yang dikembangkan oleh satu negara dapat berbeda dengan penelitian tindakan yang dikembangkan di negara lain. Meskipun demikian, prinsip-prinsip dasarnya tetap sama.
Gagasan-gagasan Paolo Freire, seorang tokoh pendidikan dari Amerika Latin, mengenai pendidikan sebagai praktik pembebasan erat berkaitan dengan kegiatan penelitian tindakan. Tujuan model pendidikannya adalah untuk membebaskan masyarakan Amerika Latin yang tertindas. Di Indonesia ada istilah kaji tindak, yang juga merupakan salah satu bentuk dari penelitian tindakan. Kaji tindak di Indonesia dilaksanakan dalam rangka program Inpres Desa Tertinggal, yang bertujuan untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan. Stephen Corey menggunakan model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh Lewin dalam bidang pendidikan dan mengajak para guru untuk menjadi peneliti di ruang kelas mereka sendiri (Burns, 1999).
Menurutnya, dengan penelitian tindakan, guru tidak perlu terpengaruh oleh gagasan pihak lain yang “dipaksakan” kepadanya. Dengan kata lain, guru akan menjadi “ahli” dalam bidangnya, dan menjadi pihak yang paling menguasai dunianya dan tahu cara yang paling baik untuk memperbaiki hal-hal yang kurang baik dalam dunianya (yaitu bidang dan dunia pendidikan dan pengajaran). Salah satu cara untuk memahami dan memperbaiki dunianya adalah melakukan penelitian tindakan, karena melakukan penelitian tindakan berarti melakukan penelitian mengenai kebiasaan atau praktik sehari-hari. Gerakan teacher as researcher (guru sebagai peneliti) ini kemudian berkembang luas. Model yang berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh model yang berkembang di Australia, khususnya yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robin McTaggart dari Deakin University.
B.     BATASAN MASALAH
1.      Guru yang mengadakan perbaikan proses belajar-mengajar di kelasnya seringkali tidak berani melangkah untuk melakukan penelitian.
2.      Guru tidak merasa sebagai pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian tersebut dan kadang-kadang merasa sebagai “alat” yang dimanfaatkan oleh pihak luar.
C.    TUJUAN PENELITIAN
Penelitian tindakan bertujuan meningkatkan bidang praktik, meningkatkan pemahaman praktik yang dilakukan oleh praktisi, dan meningkatkan situasi tempat praktik dilaksanakan.
D.    LANNDASAN TEORI
1.   Pengertian Penelitian Tindakan
Dalam konteks sekolah, penelitian tindakan merupakan suatu kegiatan penelitian yang didasarkan pada prinsip kolaboratif (kerjasama) dan reflektif (perenungan atau penilaian) yang dilakukan oleh pendidik atau guru yang bekerja sama dengan pihak-pihak lain yang terkait untuk memperbaiki praktik kependidikan, khususnya proses belajar mengajar di ruang kelas. Di atas telah disebut bahwa penelitian tindakan dalam bidang pendidikan merupakan gerakan guru sebagai peneliti, yang tujuannya mengurangi kesenjangan antara teori dan praktek.
Penelitian tindakan adalah metode penelitian yang berorientasi pada penerapan tindakan dengan tujuan meningkatkan mutu atau memecahkan  masalah pada suatu kelompok subyek yang diteliti dan mengamati tingkat keberhasilan atau akibat dari tindakan yang diberikan, untuk kemudian diberikan tindakan lanjutan yang bersifat menyempurnakan tindakan atau penyesuaian dengan kondisi dan situasi sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. Tindakan ini di kalangan pendidikan dapat diterapkan pada sebuah kelas sehingga sering disebut Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), atau bila yang melakukan tindakan adalah kepala sekolah atau pimpinan lain maka tetap saja disebut penelitian tindakan. Dalam kaitannya dengan istilah Penelitian Tindakan Kelas, di situ terdapat tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, yaitu :
Penelitian adalah suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara-cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.
Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan ‘kelas' adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama juga. 
Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, dan (3) kelas, segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. Kesalahan umum yang terdapat dalam penelitian tindakan guru adalah penonjolan tindakan yang dilakukannya sendiri, misalnya guru memberikan tugas kelompok kepada siswa. Pengutaraan kalimat seperti itu kurang pas. Seharusnya guru menonjolkan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa mengamati proses mencair es yang ditempatkan di panci tertutup dan panci terbuka, atau di dalam gelas. Siswa juga diminta membandingkan dan mencatat hasilnya. Dengan kata lain, guru melaporkan berlangsungnya proses belajar yang dialami oleh siswa, perilakunya, perhatian mereka pada proses yang terjadi, dan sebagainya. 
2.   Tujuan penelitian tindakan
Menurut Grundy dan Kemmis (1990:322), penelitian tindakan memiliki dua tujuan pokok, yaitu meningkatkan (improve) dan melibatkan (involve). Penelitian tindakan bertujuan meningkatkan bidang praktik, meningkatkan pemahaman praktik yang dilakukan oleh praktisi, dan meningkatkan situasi tempat praktik dilaksanakan. Penelitian tindakan juga berusaha melibatkan pihak-pihak yang terkait. Jika penelitian tindakan dilaksanakan di sekolah, pihak yang terkait adalah, antara lain, kepala sekolah, guru, siswa, karyawan, dan orang tua siswa.
Tujuan meningkatkan dan melibatkan dalam penelitian tindakan hendaknya saling menunjang, karena pada dasarnya penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian sosial. Pihak yang terlibat langsung dalam kegiatan praktik yang sedang diteliti hendaknya dilibatkan dalam semua tahapan kegiatan penelitian: perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian. Selama kegiatan penelitian tindakan berlangsung diharapkan pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan praktik juga ikut terlibat dalam proses penelitian.
3.   Langkah-langkah dalam penelitian tindakan
Secara garis besar, langkah-langkah dalam penelitian tindakan meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pemantauan (monitoring atau observing), dan penilaian (reflecting atau evaluating). Keempat langkah pokok ini membentuk satu siklus. Penelitian tindakan merupakan strategi yang berkelanjutan. Siklus yang terdiri dari empat langkah tersebut diulang sehingga membentuk spiral: perumusan kembali rencana, perbaikan tindakan, pencarian fakta lebih banyak, dan analisis ulang.
Tripp (1990:159) memberikan ilustrasi langkah-langkah dalam penelitian tindakan seperti halnya orang yang ingin menuangkan gagasan-gagasan dalam sebuah kalimat: Seseorang akan mengawalinya dengan gagasan dan kemudian memikirkan ungkapan yang tepat untuk gagasan tersebut. Proses ini adalah perencanaan. Kemudian dia akan menuliskan kalimat yang merupakan perwujudkan gagasan yang dimaksud. Ini adalah pelaksanaan. Dia juga akan mengamati kalimat yang sudah ditulis. Kegiatan ini adalah pemantauan. Dia kemudian akan menimbang-ninmbang apakah kalimat yang ditulis sudah tepat ataukah belum. Ini merupakan kegiatan penilaian. Jika dia merasa perlu mengubah apa yang sudah ditulisnya, berarti dia memiliki rencana baru, yang kemudian dia laksanakan, pantau, dan nilai kembali. Proses yang demikian berlangsung terus. Siklus yang satu diikuti oleh siklus yang lain.
Apakah menulis kalimat seperti yang diilustrasikan di atas merupakan penelitian tindakan? Menulis kalimat yang demikian bukan tindakan strategis, karena siklus yang ada tidak dilaksanakan secara sadar dan sengaja. Penelitian tindakan menuntut tindakan yang sadar dan disengaja. Penelitian tindakan membutuhkan strategi penelitian ilmiah, seperti halnya jadwal pengamatan, wawancara, analisis transkrip untuk mengumpulkan data. Ini semua bermanfaat sebagaik kontrol atau kendali dan untuk memantau dan menganalisis tindakan yang telah direncanakan.
1.   Perencanaan
Dalam kegiatan apapun, perencanaan memiliki peran yang penting. Dalam penelitian tindakan, perencanaan menjadi langkah pertama yang menjadi dasar bagi langkah berikutnya. Berdasarkan definisi, perencanaan harus bersifat prospektif yaitu menunjukkan arah tindakan. Dengan demikian, perencanaan harus mengarah pada apa saja yang akan dilakukan. Semua kegiatan yang melibatkan manusia sampai pada tingkat tertentu tidak dapat diramalkan dan karenanya mengandung resiko. Perencanaan harus mengidentifikasi dan mengantisipasi hal-hal yang demikian. Perencanaan harus bersifat luwes agar dapat disesuaikan dengan kejadian-kejadian yang tidak terramalkan sebelumnya dan dengan kendala-kendala yang sebelumnya tidak diketahui.
Tindakan yang dicantumkan dalam perencanaan harus bersifat strategis. Tindakan strategis adalah tindakan yang dilaksanakan secara sadar dan sengaja berdasarkan pemikiran rasional. Tindakan strategis bukan tindakan yang semata-mata berdasarkan kebiasaan atau pandangan yang tidak dilandasi oleh pemikiran rasional.
Sifat strategis ini memiliki dua pengertian. Pertama, tindakan-tindakan tersebut harus memperhitungkan resiko-resiko yang ada dan memperhatikan kendala-kendala yang mungkin timbul di lapangan. Kedua, tindakan strategis harus dipilih karena tindakan tersebut memberi peluang pada guru untuk bertindak secara lebih efektif dan bijaksana untuk meningkatkan suatu keadaan. Tindakan strategis diharapkan dapat membantu guru untuk mengatasi kendala yang ada dan memberikan kewenangan padanya untuk bertindak secara tepat dan efektif dalam situasi yang dihadapinya. Tindakan strategis juga hendaknya membantu guru untuk menyadari adanya potensi baru dari tindakan tersebut untuk meningkatkan kualitas. Dalam proses perencanaan, guru dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk membicarakan tindakan-tindakan strategis apa yang akan dilaksanakan dan untuk membangun pengertian bersama. Dengan pengertian tersebut, mereka dapat menganalisis dan meningkatkan pemahaman terhadap tindakan mereka dalam situasi yang mereka hadapi.
2.   Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah implementasi dari rencana. Tindakan yang dilaksanakan adalah tindakan yang disengaja dan terkendali. Tindakan pertama berfungsi sebagai landasan bagi pengembangan lebih jauh dari tindakan berikutnya. Suatu tindakan hendaknya dilandasi dengan niat untuk mengembangkan atau memperbaiki situasi kelas dalam arti luas. Jika dilihat urutannya, tindakan diarahkan oleh perencanaan, dalam arti bahwa tindakan harus memperhatikan perencanaan sebagai landasannya. Oleh karenanya, tindakan bersifat retrospektif (Kemmis dan McTaggart, 1982).
Sifat retrospektif tindakan ini penting, karena sifat ini ini membedakan penelitian tindakan dengan kegiatan sehari-hari manusia (meskipun tanpa disadari kegiatan tersebut dapat memiliki unsur perencanaan, pelaksanaan, dan perencanaan kembali). Perbedaanya adalah bahwa penelitian tindakan merupakan suatu kegiatan yang direncanakan secara sadar dan disengaja, suatu ciri yang mengarah pada tindakan strategis seperti yang sudah disebut di atas.
Namun, tindakan tidak sepenuhnya diarahkan oleh rencana. Tindakan dilaksanakan pada situasi dan waktu tertentu. Kadang-kadang muncul kendala secara tiba-tiba dan tidak terduga sebelumnya. Oleh karena itu, rencana tindakan harus selalu memiliki ciri yang bersifat sementara. Rencana harus luwes dan memberi peluang pada adanya perubahan sesuai dengan keadaan. Tindakan sekarang terikat dengan tindakan sebelumnya, tetapi tindakan sebelumnya juga memiliki jangkauan yang sementara terhadap kenyataan yang terjadi sekarang. Dengan demikian tindakan tidak bersifat kaku tetapi dinamis, yang dalam pelaksanaannya memerlukan keputusan yang segera mengenai apa yang harus dilakukan.
Implementasi rencana tindakan mengasumsikan adanya ciri usaha yang sungguh-sungguh menuju perbaikan. Negosiasi dan kompromi diperlukan, namun kompromi juga harus dilihat dalam konteks strategis. Tindakan berikutnya didasarkan pada hasil tindakan sebelumnya. Hasil tindakan hendaknya selalu dilihat dari tiga aspek: peningkan praktik, peningkatan pemahaman (secara individual atau kelompok), dan peningkatan situasi tempat tindakan dilaksanakan.
3.   Pemantauan
Pemantauan dalam penelitian tindakan berfungsi untuk mendokumentasikan implementasi perencanaan dalam pelaksanaan tindakan. Pemantauan juga bersifat prospektif (memandang ke depan) karena menjadi dasar bagi penilaian (refleksi atau evaluasi) terhadap tindakan sekarang, dan lebih-lebih lagi bagi tindakan yang akan datang selagi siklus yang sekarang berlangsung. Pemantauan yang cermat diperlukan karena tindakan pada umumnya mengalami kendala di lapangan. Kendala tidak selalu dapat diketahui sebelumnya. Pemantauan harus direncanakan tetapi tidak boleh teralu sempit. Observasi, sebagai salah satu alat pemantau, misalnya, tidak boleh terlalu sempit. Observasi harus bersifat responsif dan terbuka. Seperti halnya tindakan, rencana pemantauan harus luwes dan memberi peluang untuk mencatat hal-hal yang tidak diharapkan. Peneliti perlu mengamati proses tindakan, pengaruh tindakan pada situasi (baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki), kendala yang timbul, dan masalah-masalah lain yang muncul. Pemantauan selalu diarahkan oleh tujuan untuk memberikan dasar bagi refleksi atau penilaian. Dengan cara ini, pemantauan dapat membantu meningkatkan praktik melalui pemahaman yang lebih baik dan melalui tindakan strategis yang lebih memadai.
4.   Penilaian
Penilaian dalam penelitian tindakan sering juga disebut refleksi atau evaluasi. Refleksi bersifat retrospektif. Artinya, refleksi akan melihat kembali tindakan yang telah dicatat dalam tahap pemantauan. Refleksi berusaha memberi makna pada proses, masalah, kendala yang muncul ketika tindakan strategis dilaksanakan, dan efektifitas tindakan untuk memecahkan masalah atau meningkatkan situasi. Refleksi mempertimbangkan berbagai macam perspektif dari pihak-pihak yang terlibat dan berusaha memahami permasalahan dan penyebab timbulnya permasalahan. Refleksi biasanya dilakukan melalui diskusi antara pihak-pihak tersebut. Diskusi akan mengarah pada pemahaman baru dan dijadikan dasar untuk memperbaiki rencana yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya. Refleksi memiliki aspek evaluatif, karena langkah ini meminta pihak-pihak yang terlibat untuk menimbang-nimbang dan menilai apakah tindakan strategis yang telah dilakukan efektif atau tidak.
4.   Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan
Agar peneliti memperoleh informasi atau kejelasan tetapi tidak menyalahi kaidah yang ditentukan, perlu kiranya difahami bersama prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila sedang melakukan penelitian tindakan kelas. Adapun prinsip-prinsip dimaksud adalah sebagai berikut. 
1.    Kegiatan nyata dalam situasi rutin.
Penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti tanpa mengubah situasi rutin. Mengapa? Jika penelitian dilakukan dalam situasi lain, hasilnya tidak dapat dijamin akan dapat dilaksanakan lagi dalam situasi aslinya. Oleh karena itu penelitian tindakan tidak perlu mengadakan waktu khusus, tidak mengubah jadwal yang sudah ada.
2.    Adanya kesadaran untuk memperbaiki diri
Penelitian tindakan didasarkan atas sebuah filosofi bahwa setiap manusia tidak suka atas hal-hal yang statis, tetapi selalu menginginkan sesuatu yang lebih baik. Peningkatan diri untuk hal yang lebih baik ini dilakukan terus-menerus sampai tujuan tercapai, tetapi sifatnya hanya sementara, karena dilanjutkan lagi dengan keinginan untuk lebih baik yang datang susul menyusul. Dengan kata lain, penelitian tindakan dilakukan bukan karena ada paksanaan atau permintaan dari pihak lain, tetapi harus atas dasar sukarela, dengan senang hati, karena menunggu hasilnya yang diharapkan lebih baik dari hasil yang lalu, yang dirasakan belum memuaskan dan perlu ditingkatkan. 
3.    SWOT sebagai dasar berpijak.
Penelitian tindakan harus dimulai dari melakukan analisis SWOT, terdiri dari unsur-unsur S (Strength) - kekuatan, W (Weaknesses) - kelemahan, O (Opportunity) - kesempatan, dan T (Threat) - ancaman. Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan. Dengan berpijak pada hal-hal yang disebutkan, penelitian tindakan dapat dilaksanakan hanya apabila ada kesejalanan antara kondisi yang ada pada guru dan juga pada siswa. Tentu saja pekerjaan guru sebelum menentukan jenis tindakan yang akan dicobakan, memerlukan pemikiran yang matang.
4.    Upaya empirik dan sistemik
Prinsip keempat ini merupakan penerapan dari prinsip ketiga. Dengan telah dilakukannya analisis SWOT, tentu saja apabila guru melakukan penelitian tindakan, sudah mengikuti prinsip empirik (terkait dengan pengalaman) dan sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang digarap. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus juga memikirkan tentang sarana pendukung dan hal-hal yang terkait dengan cara baru tersebut.
5.    Menggunakan prinsip SMART dalam perencanaan.
SMART adalah kata bahasa Inggris artinya cerdas, akan tetapi dalam proses perencanaan kegiatan merupakan singkatan dari lima huruf bermakna. 
·      S (Specific) khusus, tidak terlalu umum
·      M (Managable) dapat dikelola, dilaksanakan
·   A (Acceptable) dapat diterima lingkungan, atau Achievable, dapat dicapai, dijangkau
·      R (Realistic) operasional, tidak di luar jangkauan
·      T (Time-bound) diikat oleh waktu, terencana 
Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus mengingat hal- hal yang disebutkan dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus khusus, tidak sulit dilakukan, dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan dan lingkungan, nyata bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang dikenai tindakan. Selain itu yang sangat penting adalah bahwa tindakan tersebut sudah tertentu jangka waktunya. Penelitian tindakan dapat direncanakan dalam waktu satu bulan, satu semester, atau satu tahun.
6.    Bukan seperti biasanya, tetapi harus cemerlang
Penelitian tindakan harus dapat menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan kepada siswa memang berbeda dari apa yang sudah biasa dilakukan. Sesuai dengan prinsip nomer 2, yaitu adanya kesadaran dan keinginan untuk meningkatkan diri, apa yang sudah ada, tindakan yang dilakukan harus berbeda dari biasanya, karena yang biasa sudah jelas menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu guru melakukan tindakan yang diperkirakan dapat memberikan hasil yang lebih baik.
7.    Berorientasi  pada proses, bukan semata-mata hasil
Penelitian tindakan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru atau peneliti untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil , dengan mengubah cara, metode, pendekatan atau strategi yang berbeda dari biasanya. Cara, metode, pendekatan atau strategi tersebut berupa proses yang harus diamati secara cermat, dilihat kelancarannya, kesesuaian dengan dan penyimpangannya dari rencana, kesulitan atau hambatan yang dijumpai, dan lain-lain aspek yang berkaitan dengan proses. Sejauh mana proses ini sudah memenuhi harapan, lalu dikaitkan dengan hasil setelah satu atau dua kali tindakan berakhir. Dengan kata lain, dalam melaksanakan penelitian, peneliti tidak harus selalu berpikir dan mengejar hasil, tetapi mengamati proses yang terjadi. Hasil yang diperoleh merupakan dampak dari prosesnya.
5.   Model Penelitian Tindakan
Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan, namun secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut.
1.        Menyusun rancangan tindakan
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan. Dengan mudah dapat diterima bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya.
2.        Pelaksanaan Tindakan 
Tahap ke-2 dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan, yaitu implementasi atau penerapan isi rancangan di dalam kancah, yaitu mengenakan tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap 2 ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam reflekasi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perenca- naan perlu diperhatikan.
3.        Pengamatan
Tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap 2 diberikan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang berstatus juga sebagai pengamat. Ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan, karena hatinya menyatu dengan kegiatan, tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat ini untuk melakukan "pengamatan balik" terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi.
4.        Refleksi
Tahap ke-4 ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah "refleksi" dari kata bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sebetulnya lebih tepat dikenakan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi di sini sama dengan "memantul-seperti halnya memancar dan menatap kena kaca", yang dlam hal ini guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dn bagian mana yang belum. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan "dialog" untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rancangan dan mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan" sebagaimana disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus. 
6.   Persyaratan Penelitian Tindakan oleh Guru
Beberapa hal di bawah ini antara lain merupakan persyaratan untuk diterimanya laporan penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru.
1.      Penelitian tindakan kelas harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam pembelajaran, dan berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
2.      Penelitian tindakan kelas oleh guru menuntut dilakukannya pencermatan secara terus-menerus, objektif, dan sistematis, artinya dicatat atau direkam dengan baik sehingga diketahui dengan pasti tingkat keberhasilan yang diperoleh peneliti serta penyimpangan yang terjadi; hasil pencermatan tersebut akan menetukan tindak lanjut yang harus diambil segera oleh peneliti.
3.      Penelitian tindakan harus dilakukan sekurang- kurangnya dalam dua siklus tindakan yang berurutan; informasi dari siklus yang terdahulu sangat menentukan bentuk siklus berikutnya. Oleh karena itu siklus yang kedua, ketiga dan seterusnya tidak dapat dirancang sebelum siklus pertama terjadi. Hasil refleksi harus tampak digunakan sebagai bahan masukan untuk perencanaan siklus berikutnya.
4.      Penelitian tindakan kelas terjadi secara wajar, tidak mengubah aturan yang sudah ditentukan, dalam arti tidak mengubah jadwal yang berlaku. Tindakan yang dilakukan tidak boleh merugikan siswa, baik yang dikenai atau siswa lain. Makna darim kalimat ini adalah bahwa tindakan yang dilakukan guru tidak hanya memilih anak-anak tertentu, tetapi harus semua siswa dalam kelas. 
5.      Penelitian tindakan kelas disadari betul oleh pelakunya, sehingga yang bersangkutan dapat mengemukakan kembali apa yang dilakukan, baik mengenai tindakan, suasana ketika terjadi, reaksi siswa, urutan peristiwa, hal-hal yang dirasakan sebagai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan rencana yang sudah dibuat sebelumnya.
7.   Sasaran atau objek penelitian tindakan kelas
Hal-hal yang dapat diamati sehubungan dengan setiap unsur pembelajaran tersebut antara lain adalah sebagaimana disajikan dalam bagian berikut. Sesuai dengan prinsip bahwa ada tindakan dirancang sebelumnya maka objek penelitian tindakan kelas harus merupakan sesuatu yang aktif dan dapat dikenai aktivitas, bukan objek yang sedang diam dan tanpa gerak.
1.   Unsur siswa, dapat dicermati objeknya ketika siswa yang bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran di kelas/lapangan/ laboratorium atau bengkel, maupun ketika sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah di dalam hati, atau ketika mereka sedang mengikuti kerja bhakti di luar sekolah.
2.   Unsur guru, dapat dicermati ketika yang bersangkutan sedang mengajar di kelas, sedang membimbing siswa-siswa yang sedang berdarmawisata., atau ketika guru sedang mengadakan kunjungan ke rumah siswa.
3.   Unsur materi pelajaran, dapat dicermati urutan matri tersebut ketika disajikan kepada siswa, meliputi pengorganisasiannya, cara penyajiannya, atau pengaturannya.
4.   Unsur peralatan atau sarana pendidikan, meliputi peralatan, baik yang dimiliki oleh siswa secara perorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah, ataupun peralatan yang disediakan dan digunakan di kelas. 
5.   Unsur hasil pembelajaran, yang ditinjau dari tiga ranah yang dijadikan titik tujuan yang harus di capai melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapaian. Oleh karena hasil belajar merupakan produk yang harus ditingkatkan, pasti terkait dengan tindakan unsur lain.
6.   Unsur lingkungan, baik lingkungan siswa di kelas, sekolah, maupun yang melingkungi siswa dirumahnya. Informasi tentang lingkungan ini dikaji bukan untuk dilakukan camput tangan, tetapi digunakan sebagai pertimbangan dan bahan untuk pembahasan.
7.   Unsur pengelolaan, yang jelas-jelas merupakan gerak kegiatan sehingga mudah diatur dan direkayasa dalam bentuk tindakan. Yang digolongkan sebagai kegiatan pengelolaan misalnya cara mengelompokkan siswa ketika guru memberikan tugas, pengaturan urutan jadwal, pengaturan, tempat duduk siswa, penempatan papan tulis, penataan peralatan milik siswa dan sebagainya.
8.   Laporan Penelitian Tindakan
 Selanjutnya apabila guru pelaksana penelitian tindakan kelas sudah merasa puas dengan siklus-siklus itu, tentu saja langkah berikutnya tidak lain adalah menyusun laporan kegiatannya. Proses penyusunan laporan ini tidak akan dirasakan sulit apabila sejak awal guru sudah disiplin mencatat apa saja yang sudah ia lakukan.
Membuat karya tulis ilmiah laporan penelitian sebetulnya akan jauh lebih mudah dibandingkan dengan menulis artikel, karena lahan tulisan akan sudah dipenuhi dengan penjelasan tentang alasan, tujuan, manfaat dan isi penelitian, kemudian cerita tentang tindakan dengan siklus-siklusnya. Pada akhir tulisan tinggal disampaikan hasil penelitian, yaitu keberhasilan yang diperoleh dan hambatan atau kesulitan dalam pelaksanaan, ditutup dengan rekomendasi atau saran. 
Sistematika laporan penelitian tidak jauh berbeda dengan laporan penelitian yang lain. Satu hal yang sangat dicermati oleh penilai adalah bagaimana siklus dilaksanakan, dan penjelasan tentang proses yang berlangsung. Kesalahan umum yang terjadi, guru hanya menyebutkan sangat sedikit tentang tindakan yang dilakukan, dan langsung menunjukkan data yang dikumpulkan melalui tes. Hasil tes antar siklus dibandingkan dengan atau tapa rumus, kemudian disimpulkan. Dalam penelitian tindakan ini guru tidak diharuskan menonjolkan analisis data, tetapi seperti sudah dikemukakan di depan, sangat menekankan proses.
E.     PENUTUP
penelitian tindakan merupakan suatu proses yang dinamis. Di dalam proses tersebut, keempat langkahnya harus dipahami bukan sebagai langkah yang statis. Langkah-langkah penelitian tindakan dilihat sebagai spiral yang terdiri dari planning, acting, observing atau monitoring, dan reflecting atau evaluating. Penelitian tindakan dilaksanakan untuk memperbaiki situasi dan meningkatkan pemahaman secara sistematis, kolaboratif, responsif, dan reflektif.
F.     DAFTAR REFRENSI
Burns, A. 1999. Collaborative Action Research for English Language Teachers. Cambridge: Cambridge University Press
Grundy, S. & Kemmis, S. 1990. Educational Research in Australia: The State of the Art (an Overview). Dalam S. Kemmis & R. McTaggart (Eds.). The Action Research Reader. Victoria: Deakin University
Kemmis, S. & McTaggart, R. 1982. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University.
McCutcheon, G. & Jung, B. 1990. Alternative Perspectives on Action Research. Theory into Practice, Vol. XXIX, No. 3, 144 – 151
Tripp, D. H. 1990. Socially Critical Action Research. Theory into Practice, Vol. XXIX, No. 3, 158 - 166


0 komentar:

Posting Komentar